#IniUntukKita-Belajar dari Usaha Ibu Silaban : Berdikari di Tengah Pandemi

 

Gambar 1. UMKM

Kehidupan saat ini mengalami guncangan akibat pandemi Covid-19. Sejak ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dengan status pandemi, bencana no-nalam ini semakin menyebar ke berbagai daerah dan bahkan telah mengganggu semua aspek kehidupan masyarakat baik dari segi fisik, sosial, maupun psikologis. Pandemi Covid-19 di Indonesia berdampak multi sektor khususnya sektor perekonomian bangsa. Perekonomian bangsa Indonesia mengalami keterpurukan, bahkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan ekonomi RI mengalami kontraksi atau minus 5,32 persen pada quartal II. Demikian juga dengan usaha perekonomian masyarakat yang mengalami ganguan hampir di semua sektor yang ada sejak pandemi melanda. 

Salah satu sektor lapisan masyarakat yang mengalami guncangan akibat pandemi adalah sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Padahal seperti yang kita ketahui bahwa salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di Indonesia disumbangkan oleh sektor UMKM itu sendiri. Hal ini terlihat dari geliat kegiatan usaha kecil yang signifikan, baik di sektor tradisional maupun modern melalui usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Usaha mandiri yang dijalankan oleh masyarakat menengah ke bawah ini memiliki peran strategis dalam menggerakkan roda perekonomian bangsa dan tidak heran sektor ini dijuluki dengan soko guru perekonomian.

Kontribusi sektor UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) semakin menggeliat dalam lima tahun terakhir ini. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) pada tahun 2018 mencatat kontribusi sektor UMKM meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen. Tak hanya itu, sektor UMKM juga telah membantu penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Serapan tenaga kerja pada sektor UMKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen dalam periode lima tahun terakhir. Dengan demikian, UMKM dianggap memiliki peran strategis dalam memerangi kemiskinan, dan pengangguran.

Namun, di tengah kondisi yang ada, UMKM di Indonesia mengalami kemerosotan akibat wabah pandemi Covid-19.  Sebagai imbas pandemi telah menjadi ancaman besar bagi kelangsungan perekonomian nasional para pelaku UMKM. Bahkan menurut hasil simulasi LIPI per Maret 2020 menyebutkan bahwa UMKM menjadi salah satu sektor terpuruk akibat pandemi yang ada. Keterbatasan sumber daya menjadi hal penting yang menyebabkan terpuruknya UMKM di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil penelitian LIPI memperlihatkan 94,69 persen UMKM mengalami penurunan penjualan dimana sektor terdampak paling besar yaitu sektor pengolahan, penyediaan akomodasi makanan minuman dan perdagangan. Di sisi produksi, tekanan UMKM terbesar selama pandemi berasal dari kenaikan biaya bahan baku dan upaya mempertahankan tenaga kerja. Dengan segala daya upayanya, hampir 72,02 persen UMKM mengatakan tidak dapat mempertahankan usahanya hingga Oktober 2020.

Salah satu contoh nyata usaha kecil yang tutup akibat imbas pandemi adalah usaha ibu Manullang di desa Lumban Sialaman kecamatan Paranginan kabupaten Humbang Hasundutan provinsi Sumatera Utara. Sejak bulan Juni yang lalu ibu Manullang tidak lagi bergeliat di usaha makanan yang dia jalankan seperti biasanya. Kini ibu Manullang beralih profesi menjadi petani akibat usahanya yang gulung tikar pasca pandemi Covid-19 yang melanda. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ibu Manullang menyebutkan bahwa usahanya tutrup dikarenakan menurunnya sumber daya yang dia miliki, seperti ketersediaan modal yang rendah sedangkan pendapatan dari hasil jualan menurun akibat sepinya para pembeli yang singgah di jualannya.

Gambar 2. Kondisi usaha ibu Manullang saat ini

Akan tetapi di sisi lain ada pelaku usaha yang mengalami ekspansi pasar walau di tengah pandemi Covid-19. Misalnya adalah ibu Silaban yang merupakan pelaku usaha dari UD. Chiristin Tani yang bergerak sebagai penjual alat dan barang pertanian, sembako dan makanan jenis lainnya. Usaha dagangan ibu Silaban tidak terlalu jauh dari usaha dagangan ibu Manullang yang telah tutup sejak bulan Juni kemarin. Kedua usaha tersebut kira-kira berjarak 2 km. Namun, kedua pelaku usaha tersebut memiliki nasib yang berbeda di tengah pandemi yang ada. Usaha ibu Silaban tetap kokoh walau pandemi melanda semua sektor kehidupan. Bahkan berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan usaha ibu Silaban kini mengalami ekspansi yang cukup besar, baik dari segi pendapatan maupun permodalan. 

Gambar 3. UD Chiristin Tani

Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan ibu Silaban menyebutkan bahwa usaha tersebut semakin bertumbuh kira-kira 25-30 persen sekarang ini. Dari sisi penjualan yang dilakukan, usaha ibu Silaban mengalami kenaikan dari waktu sebelumnya, kemudian dari sisi pendapatan juga mengalami kenaikan dari yang sebelumnya. Sewaktu ditanyakan mengenai kondisi permodalan yang ada,  bahkan ibu Silaban menjawab bahwa permodalan yang dia miliki sangat memadai dan tidak terhambat sekalipun dalam kondisi perekonomian nasional yang tidak normal.  
Ketika diwawancarai mengenai strategi yang dilakukan ibu Silaban untuk tetap bertahan bahkan berdikari di tengah pandemi Covid-19, ibu ini menjelaskan bahwa kekuatan usaha berada pada kemampuan si pelaku usaha dalam menganalisis peluang dan risiko yang harus dilakukan dalam keadaan apapun. Dalam hal ini literasi ekonomi dan keuangan sangat diperlukan, baik dari sisi pemasaran dan permodalan sehingga adanya margin yang lebih besar antara cash in dengan cash out. Ibu Silaban juga menjelaskan bahwa untuk permodalan yang ada, beliau mengenjot modal dari kreditur yang kredibel dengan persentase bunga yang cukup rendah, misalnya adalah dari PNM Mekar, KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan sebagainya. Untuk meningkatkan pemasaran atau penjualan ibu Silaban menjelaskan bahwa beliau juga mempromosikan jualannya ke sistem penjualan online (Electronic Marketing) dan sebagainya. Mulai dari penjualan ke media sosial blog, facebook, instagram bahkan market place yang ada. “Sehingga ketika kita memiliki tingkat literasi yang cukup maka akan membantu pertumbuhan usaha kita” ujar ibu Silaban. Ibu Silaban juga menjelaskan bahwa kesalahan kebanyakan UMKM khususnya usaha mikro dan kecil dalam menjalankan usahanya adalah ketidakmampuan mereka menganalisis antara peluang dan tantangan (risiko). “Kebanyakan pelaku usaha hanya sekedar ikut-ikutan yang mengakibatkan mendadak khawatir dan binggung saat keadaan tidak menentu” tutur ibu Silaban.
Gambar 4. UD. Chiristin Tani yang Survive dan Berdikari 

Keadaan memang tidak normal, oleh sebab itu kita dituntun untuk tetap survive menjalankan usaha kita sebagai pelaku usaha. Para pelaku usaha dituntut untuk banyak belajar agar dapat meningkatkan literasi atau kemampuan mereka dalam mengelola usaha yang mereka jalankan. Sama halnya seperti yang telah dilakukan oleh ibu Silaban yang menjadi pelajaran berharga dan penting bagi setiap kita pelaku usaha kecil secara khusus. Pandemi tidak menjadi alasan untuk kita mundur dan kalah, sebab masih ada begitu banyak strategi dan jalan untuk tetap bertahan bahkan berdikari seperti halnya usaha ibu Silaban. Semoga cerita dan pengalaman ini bermanfaat buat kita dan cerita #IniUntukKita. 

Komentar

  1. Bagus artikelnya, bagi tips dong kak. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Boleh saling berbagi dan saling diskusi. Chat aja di wa 082273525714

      Hapus

Posting Komentar

POSTINGAN POPULER